Jakarta - Prinsip pengawasan yang adaptif dan proporsional diwujudkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melalui revisi peraturan terkini. OJK menerbitkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 25 Tahun 2025 sebagai perubahan atas POJK Nomor 49 Tahun 2024 tentang Pengawasan, Penetapan Status Pengawasan, dan Tindak Lanjut Pengawasan bagi berbagai lembaga jasa keuangan, termasuk Lembaga Keuangan Mikro (LKM). Perubahan ini secara khusus dirancang untuk merespons kesulitan riil yang dihadapi LKM dalam memenuhi parameter permodalan di tengah kondisi ekonomi yang menantang.
Ekonomi global dan nasional yang mengalami perlambatan menjadi pemicu utama revisi kebijakan. OJK mencatat bahwa perlambatan ini telah berdampak nyata pada mikro-ekosistem, di mana debitur LKM—yang umumnya adalah pelaku usaha mikro—merasakan tekanan sehingga kemampuan bayarnya menurun. Penurunan ini berimbas pada portofolio pembiayaan LKM, meningkatkan kredit bermasalah, dan pada akhirnya mengikis modal dan ekuitas yang dimiliki lembaga tersebut.
Dalam struktur POJK 49/2024, parameter rasio ekuitas terhadap modal disetor ditempatkan sebagai ukuran langsung yang harus segera dipatuhi. Namun, penilaian ulang menunjukkan bahwa parameter ini sangat sensitif terhadap guncangan eksternal seperti perlambatan ekonomi. Sementara itu, upaya perbaikan rasio membutuhkan langkah strategis seperti penambahan modal dari pemegang saham atau restrukturisasi, yang tidak dapat diselesaikan dalam waktu singkat.
Oleh karena itu, POJK 25/2025 hadir dengan semangat untuk menyelaraskan kerangka regulasi dengan realitas operasional. Dengan memberikan tambahan masa peralihan, OJK pada dasarnya memberikan "kesempatan kedua" yang terukur bagi LKM untuk membenahi fondasi permodalannya. Ini adalah bentuk nyata dari pengawasan yang tidak kaku, tetapi memahami fase bisnis dan kesulitan yang dihadapi pelaku.
Keputusan ini juga memperhitungkan peran strategis LKM dalam sistem keuangan nasional. Sebagai ujung tombak inklusi keuangan, guncangan pada LKM dapat memutus akses pembiayaan bagi jutaan usaha mikro. Memberikan kelonggaran waktu diyakini dapat mencegah gangguan sistemik pada layanan keuangan di level akar rumput, sehingga stabilitas sektor keuangan secara keseluruhan tetap terjaga.
OJK menegaskan bahwa kebijakan ini tidak berarti melonggarkan pengawasan atau mengorbankan prinsip kehati-hatian. Sebaliknya, ini adalah strategi pengawasan yang lebih cerdas dan efektif untuk mencapai tujuan akhir, yaitu LKM yang sehat dan profesional. Komitmen terhadap tata kelola yang baik dan perlindungan konsumen tetap menjadi prioritas yang tidak dapat ditawar.
Dengan dasar hukum yang jelas dan pertimbangan yang matang, POJK 25/2025 menandai era baru hubungan antara regulator dan industri yang lebih kolaboratif. OJK tidak hanya bertindak sebagai pengawas, tetapi juga sebagai fasilitator yang memahami kebutuhan untuk pertumbuhan yang berkelanjutan. Langkah ini diharapkan dapat memperkuat ketahanan sektor keuangan mikro Indonesia menghadapi ketidakpastian ekonomi ke depan.